, , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Evaluasi Ahli

les, indonesia, private, obras, guru, sekolah, belajar, yogyakarta, usaha, jogja, kursus, terbaik, batik, kaos, kebaya, jahit, baju jahit, mesin jahit, konveksi, kursus menjahit
Evaluasi Ahli

Evaluasi Ahli



Sebelum menggunakan bahan ajar yang akan diberikan pada mahasiswa,
bahan ajar tersebut perlu diujikan pada dosen penguji yang berkompeten pada
bidang tersebut. Apakah bahan ajar yang kita berikan sudah layak digunakan atau
perlu diadakan perbaikan, dengan kata lain bahan ajar ini harus melalui evaluasi
ahli.
Kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris: evaluation, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Edwind Wandt dan Gerald W.Brown ( 1997) dalam Sudijono:
Evaluation refer to the act or process to determining the value of something.
Istilah evaluasi menunjuk pada pengertian: suatu tindakan atau suatu proses untuk
menentukan nilai dari sesuatu. Menurut Nana Sudjana (2011:3) penilaian adalah
proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan
kriteria tertentu. Memberikan penilaian terhadap suatu objek sebaiknya dilakukan
oleh sesorang yang berkompeten atau menguasai dalam bidang tersebut, sehingga
hasil yang diberikan setelah melakukan penilaian akan lebig valid.
Bahan ajar yang digunakan pada penelitian ini dinilai oleh dua panelis
yang berkompeten pada bidang pola konstruksi busana, dimana dalam penilaian
ini menggunakan silabus sebagai kriteria penilaian.


Penggunaan Bahan Ajar Cetak dalam Pembelajaran Konstruksi

Pola Busana


Penggunaan berbagai macam bahan ajar dalam kegiatan pembelajaran
sangatlah berpengaruh positif pada hasil belajar siswa. Begitu juga dengan mata
kuliah Pola Konstruksi Busana, dimana dalam mata kuliah ini bahan ajar yang
menjadi buku pedoman siswa juga sangat berpengaruh. Melihat isi materi dalam
mata kuliah ini serta merujuk pada kelebihan penggunaan media bahan ajar cetak
berupa text, maka penggunaan bahan ajar berupa text sangatlah tepat. Dengan
didukung bebrapa media pendukung lainnya.
Menggunakan bahan ajar ini terdapat beberapa langkah yang ditempuh oleh dosen
yaitu dengan berbagai persiapan, yaitu:
1. Memberikan Pre-test
Sebelum memberikan tindakan kelas pada mahasiswa, peneliti memberikan
pre-test terlebih dahulu kapada mahasiswa. Melalui kegiatan ini peneliti dapat
menilai sejauh mana pemahaman mahasiswa terhadap materi Konstruksi Pola
Busana.
2. Persiapan Awal
a. Menyiapkan rencana pembelajaran
b. Mengumpulkan data-data yang diperlukan
c. Membagikan bahan ajar
3. Pelaksanaan
Sebelum pelaksanaan dimulai dosen menyiapkan media-media pendukung
seperti power point yang digunakan untuk membantu menjelaskan. Tetapi
tidak meninggalkan peran bahan ajar yang menjadi media utama dalam
kegiatan pembelajaran.
4. Memberikan Post-test
Kita lihat setelah melakukan kegiatan pembelajaran banyak hal positif
yang telah kita dapatkan dari mata kuliah ini. Setelah memberikan tindakan
pada kelas dan untuk mengetahui hasil belajar mahasiswa, maka diakhir
pembelajaran di berikan latihan soal berupa post-test. Sehingga dapat
diketahui seberapa besar pengaruh bahan ajar terhadap peningkatan hasil
belajar mahasiswa dengan perbandingan nilai yang diperoleh melalui pre-test.



Pengertian tentang kualitas
Kualitas merupakan tingkat baik buruknya sesuatu atau mutu (Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2002:528)




Pengertian tentang hasil belajar





Hasil adalah sesuatu yang didapat/diraih setelah melakukan suatu usaha
(KBBI:2002). Menurut Gagne (dalam Anni, dkk 2009: 82), menyatakan bahwa
belajar merupakan perubahan disposisi atau kecakapan manusia yang berlangsung
selama periode waktu tertentu, dan perubahan perilaku itu tidak berasal dari
proses pertumbuhan. Berdasarkan kedua pengertian tersebut dapat dijelaskan
bahwa hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang setelah
menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar juga dapat diartikan sebagai
bentuk penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah diberikan secara berulah-ulang, serta tertanam dalam diri mahasiswa dalam waktu yang lama
bahkan tidak akan hilang karena hasil belajar turut serta membentuk watak dan
kepribadian mahasiswa.
Berdasarkan pendapat tersebut juga dapat ditegaskan bahwa salah satu fungsi
hasil belajar adalah mahasiswa dapat mencapai prestasi yang maksimal sesuai
dengan kapasitas yang mereka miliki, serta mahasiswa dapat mengatasi berbagai
macam kesulitan belajar yang mereka alami.
Menurut pendapat Gagne dan Bloom dalam Nana Sudjana (2002:49)
menyatakan bahwa hasil belajar dinyatakan dalam tiga ranah yakni ranah kognitif,
ranah afektif, dan ranah psikomotorik yang mebjadi perhatian hasil belajar.


Kualitas hasil belajar



Kualitas hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkatan mutu atas segala
sesuatu yang telah dicapai mahasiswa di kampus yang ditunjukkan dengan adanya
perubahan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap individu dalam interaksi dalam
lingkungannya terutama yang terjadi di lingkungan kampus. Kualitas hasil belajar
sangat penting untuk diketahui oleh mahasiswa itu sendiri maupun dosen sebagai
pengajar. Hal ini dimaksudkan supaya mahasiswa ataupun dosen mengetahui
tingkat kemajuan pegetahuan yang dialami oleh mahasiswa.
Menurut Sudijono (1996:48) dalam pengantar evaluasi pendidikan secara
garis besar membagi tujuan belajar dlam 3 ranah yaitu ranah kognitif, ranah
afektif, dan ranah psikomotorik. Belajar kognitif,Afektif dan psikomotorik
merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini
pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1956. Tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain
tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan
hirarkinya.
Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:
1. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspek intelektual (otak). Segala sesuatu yang menyangkut
aktifitas otak termasuk dalam ranah kognitif. Dalam ranah ini terdapat enam
jenjang proses berfikir, dari jenjang yang paling rendah sampai jenjang yang
paling tinggi.
(1) Pengetahuan (knowledge) merupakan kemampuan seseorang untuk
mengingat-ingat kembali (recall) atau dengan kata lain dalam jenjang ini
mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, gejala, rumus-rumus dan
sebagainya tanpa mengharapkan kemampuan dalam menggunakannya
(murni menggunakan otak). Pengetahuan ini merupakan proses paling
dasar sehingga akan berpengaruh pada keberhasilan jenjang yang
selanjutnya. Sebagai contohnya dalam menerima materi mata kuliah pola
konstruksi mahasiswa dapat mengingat dan menghafalkan keterangan pada
pola konstruksi yang akan dibuat sesuai dengan materi yang telah
disampaikan oleh dosen.
(2) Pemahaman (comprehension) merupakan kemampuan mahasiswa untuk
memahami setelah apa yang dipelajari telah diingat, seorang peserta didik
dapat dikatakan memahami apabila dapat menjelaskan atau memberikan
uraian yang lebih rinci tetang sesuatu hal menggunakan kata-katanya
sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan setingkat lebih tinggi
dari jenjang menghafalkan dan mengingat. Salah satu contoh dari jenjang
ini adalah mahasiswa dapat menguraikan kembali tentang pola busana
wanita mengunakan sistem praktis secara lancer dan jelas.
(3) Penerapan (application) merupakan kesanggupan mahasiswa dalam
menerapkan pengetahuan yang telah diperolehnya. Di tingkat ini,
seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur,
metode, rumus, teori, dan sebagainya di dalam kondisi kerja. Aplikasi ini
merupakan setingkat lebih maju dari pemahaman.
(4) Analisis (analysis) merupakan kemampuan mahasiswa dalam menganalis,
menguraikan atau merincikan menurut bagian-bagiannya menjadi lebih
kecil. Seseorang akan mampu menganalisis informasi yang masuk dan
membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih
kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali
serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah keadaan yang
lebih rumit. Tentu saja jenjang analisis setingkat lebih tinggi dari jenjang
yang sebelumnya.
(5) Sintesis (synthesis) merupakan kemampuan berfikir yang merupakan
kebalikan dari proses berfikir analisis. Sintesis merupakan proses yang
memadukan bagian-bagian atau unsur secara logis, sehingga menjelma
menjadi suatu pola yang berstruktur atau terbentuk pola baru, dan jenjang
sintesis merupkan setingkat lebih tinggi dari jenjang analisis.
(6) Penilaian (evaluation) merupakan kemampuan untuk membuat
pertimbangan terhadap sesuatu. Pada jenjang ini merupakan jenjang yang
paling tinggi diantara semua jenjang pada ranah kognitif.

Berpacu pada diagram diatas, hasil belajar pada ranah afektif pada
pembelajaran mata kuliah Konstruksi Pola Busana hanya sampai pada jenjang
pemahaman atau comprehension saja. Mata kuliah ini adalah mata kuliah dasar
mengenai pola, sehingga mahasiswa dituntun untuk benar-benar memahami mata
kuliah ini sebelum akhirnya nanti sampai pada jenjang aplikasi keatas sampai
pada tahap penilaian atau evaluation. Jenjang tesebut yang akkan diterima
mahasiswa pada mata kuliah praktek selanjutnya yang menggunakan materi mata
kuliah Konstruksi Pola Busana, seperti mata kuliah Manajemen Busana Anak,
Manajemen Busana Wanita, Manajemen Busan Pria, Manajemen Busana Butik
sampai pada jenjang Adi Busana.
2. Affective Domain (Ranah Afektif) merupakan ranah yang berkaitan dengan
sikap, tingkah laku, dan nilai. Beberapa pakar ahli mengatakan bahwa

perubahan sika seseorang akan kelihatan setelah memiliki penguasaan kognitif
pada tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar pada ranah afektif berpengaruh pada
tingkah laku sesorang, seperti perhatiannya dalam mengikuti mata kuliah pola
konstruksi, motivasi belajar yang tinggi serta rasa hormat dan penghargaannya
yang tinggi terhadap dosen ketika mengajar. Krathwol (1974), dalam Sudijono
merincikan ranah ini kedalam lima jenjang, yaitu:
(1) Menerima (receiving) merupakan kepekaan dalam menerima rangsangan
(stimulus) dari luar yang datang kepadanya. Receiving juga sering diberi
pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau
obyek. Contoh hasil belajar afektif pada jenjang ini yaitu mahasiswa
menyadari bahwa disipin waktu itu perlu ditegakkan sebagai contohnya
tidak terlambat masuk kelas saat mata kuliah pola konstruksi.
(2) Menanggapi (responding) merupakan kemampuan untuk
mengikutsertakan dirinya secara aktif dan membuat reaksi terhadapnya.
Jenjang ini setingkat lebih tinggi dari jenjang receiving, sebagai contoh
pada ranah afektif jenjang ini adalah mahasiswa memiliki keinginan untuk
mempelajari lebih dalam lagi serta mempelajari lebih jauh tentang pola
konstruksi.
(3) Penilaian (valuing) merupakan kemampuan memberikan nilai dalam suatu
keadaan atau obyek, sehingga apabila kegiatan tidak dikerjakan akan
menimbulkan penyesalan. Valuing merupakan tingkat yang lebih tinggi
lagi dibandingkan sebelumnya. Apabila mahasiswa mampu mengatakan
“itu adalah benar/salah” maka ini berarti mahasiswa telah menjalani proses

penilaian. Contoh hasil belajar ranah afektif pada jenjang ini adalah
tumbuhnya kemauan yang kuat untuk berlaku disiplin baik dikampus saat
kegiatan pembelajaran maupun di kos/rumah saat mengerjakan tugas pola
konstruksi.
(4) Mengatur (organization) merupakan mempertemukan perbedaan nilai
sehingga menemukan penilaian bar yang bersifat universal, yang
membawa pada perbaikan umum.Mengatur atau mengorganisasikan ini
merupakan jenjang sikap atau nilai yang lebih tinggi dari pada receiving,
responding dan valuing. Sebagai contoh pada jenjang ini adalah
mahasiswa mendukung adanya aturan yang telah ada untuk
mengumpulkan tugas pola konstruksi sesuai dengan waktu atau jadwal
yang telah disepakati bersama-sama.
(5) Karakterisasi pada suatu nilai atau komplek nilai (Caracterizazion by a
value or value complex) merupakan keterpaduan semua sistem nilai yang
dimiliki seseorang yang mempengaruhi kepibadian tingkah lakunya.
Tempat internalisasi nilai telah menempati tempat paling tinggi pada ranah
afektif. Jadi mahasiswa sudah memiliki sistem nilai yang mengontrol
tingkah lakunya dalam beberapa waktu.
3. Ranah Psikomotor (Psychomotor Domain) merupakan ranah yang berkaitan
dengan ketrampilan (skill). Hasil ranah ini dikemukakan oleh Simpson (1956)
dalam Sudijono, yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak
dalam bentuk ketrampilan dan skill yang bertindak secara individu. Hasil
belajar ini merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan hasil belajar

afektif. Hasil belajar kognitif dan afektif akan menjadi hasil belajar
psikomotor apabila peserta didik telah menunjukkan perilaku yang sesuai
dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan afektif. Ranah ini
mahasiswa diharapkan dapat memiliki kemampuan untuk menguasai materi
pola konstruksi dengan diimbangi sikap yang positif sehingga akan terbentuk
ranah psikomotorik dalam dirinya.
Menurut Davc (1970) dalam Hidayatullah, klasifikasi tujuan domain
psikomotor terbagi lima kategori yaitu :
(1) Peniruan (imitasi) merupakan kegiatan mengamati dan meniru tindakan
orang lain. Pada umumnya peniruan ini bersifat global, dalam peniruan
ini bisa jadi peniruannya tidak cukup sempurna. Sama halnya ketika
mahasiswa membuat sebuah konstruksi pola busana menggunakan sistem
So-En. Belum tentu hasil pola yang dibuatnya nanti aka sama persis
100% seperti contohnya.
(2) Manipulasi merupakan suatu tindakan yang yang dilakukan berdasarkan
instruksi yang diterima. Jenjang ini lebih menekankan pada
perkembangan kemampan mengikuti pengarhan, penampilan, gerakangerakan
pilihan yang menetapkan suatu penampilan. Pada tingkat ini
siswa menampilkan sesuatu menurut petunjuk-petunjuk tidak hanya
meniru tingkah laku saja.
(3) Ketepatan ditunjukkan melalui keakuratan, proporsi dan ketepatan hadir
dalam suatu kemampuan kinerja tampa kehadiran sumber aslinya.

(4) Artikulasi merupakan dua atau lebih ketrampilan yang digabungkan,
diurutkan dan dilakukan secara konsisten.
(5) Naturalisasi, menurut tingkah laku yang ditampilkan dengan paling
sedikit mengeluarkan energi fisik maupun psikis. Gerakannya dilakukan
secara rutin. Pengalamiahan merupakan tingkat kemampuan tertinggi
dalam domain psikomotorik
Menurut Nana Sudjana dalam penilaian hasil proses belajar
mengajar ada enam tingkatan ketrampilan dalam ranah psikomotorik, yaitu:
(1) Gerakan reflek (ketrampilan pada gerakan yang tidak sadar). Sebagai
contohnya mahasiswa disuruh member garis tepi pada tepi kertas HVS
saat menggambar pola, maka secara otomatis mahasiswa akan memberi
garis tepi sesuai dengan bagian-bagian pada tugas selanjutnya.
(2) Ketrampilan pada gerakan-gerakan dasar, contohnya mahasiswa
membuat garis garis pertolongan saat membuat tugas Konstruksi Pola
Busana.
(3) Kemampuan perceptual, termasuk didalamnya membedakan visual,
membedakan auditif, motoris, dll. Contohnya adalah mahasiswa
mendapat materi tentang peralatan yang diperlukan dalam membuat
pola busana, maka siswa memiliki kemampuan perceptual akan
menggunakan alat tersebut sesuai fungsinya. Misalnya menggunakan
penggaris pola untuk membuat garis lengkung pada pola.

(4) Kemampuan bidang fisik misalnya kekuatan, keharmonisan, ketepatan.
Misalnya mahasiswa dapat menentukan letak titik-titik pola sesuai
rumus.
(5) Gerakan-gerakan skill, mulai hal yang sederhana sampai yang
kompleks. Misalnya mahasiswa mampu membuat komponenkomponen
pola sampai detail, seperti pada bagian saku, lipit, tanda
pola, dll.
(6) Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti
gerakan ekspresif dan interpretative. Contohnya mahasiswa mampu
memilih teknik yang tepat dan mudah dalam membuat pola.
Ketiga ranah tersebut, ranah kognitiflah yang biasanya paling banyak
dinilai karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi
bahan pengajaran. Carl Rogers dalam Nana Sudjana (2012) mengemukakan
bahwa seseorang telah menguasai ranah kognitif perilakunya tentu sudah bisa
diramalkan. Pada umumnya apabila mahasiswa memiliki hasil belajar yang
bagus pada ranah kognitif dapat disimpilkan bahwa hasil belajar ranah afektif
dan psikomotorik juga aan bagus.


0 komentar:

Post a Comment