, , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Mengkeret kain

Mengkeret kain 

les, indonesia, private, obras, guru, sekolah, belajar, yogyakarta, usaha, jogja, kursus, terbaik, batik, kaos, kebaya, jahit, baju jahit, mesin jahit, konveksi, kursus menjahit
Mengkeret kain

yang terjadi pada kain lurik dikarenakan pada proses
pembuatannya menggunakan ATBM terjadi tarikan pada benang lungsi dan
benang pakan sehingga anyaman kain tidak rapat. Kain yang mengkeret
disebabkan karena regangan-regangan yang tak dapat dihindarkan pada
pembuatan kain tersebut sejak pembuatan benang. Serat kain menyerap air,
sehingga diameter serat menjadi lebih besar dan panjangnya menjadi mengkeret
(Jumaeri dkk 1977:280).

Melalui uji mengkeret kain diperoleh hasil persentase mengkeret kain pada
arah lusi menunjukkan relaxing panas mengalami penyusutan yang lebih banyak
jika dibandingkan dengan relaxing dingin. Besar persentase mengkeret kain lurik
berdasarkan uji mengkeret kain pada arah pakan menunjukkan hasil yang sama
bahwa proses relaxing panas mengalami penyusutan yang lebih banyak.
Kemungkinan hal ini dapat terjadi dikarenakan pada saat proses relaxing dingin
membuat serat-serat pada kain mengalami relaksasi yang kurang maksimal.
Pemakaian air panas pada saat uji mengkeret kain menghasilkan penyusutan yang
lebih besar dikarenakan pada saat proses relaxing dengan sir panas mendidih
serat-serat pada kain lurik dapat mengalami relaksasi yang maksimal, sehingga
kain tersebut mengalami lebih banyak mengkeret.
Ketepatan ukuran blus lurik dengan teknik relaxing dan toleransi pada
pola dapat dilihat melalui hasil analisis deskriptif penelitian. Blus yang memiliki
ketepatan ukuran paling tepat adalah blus A relaxing dingin cuci dingin dengan
blus B relaxing panas cuci dingin, hal ini dikarenakan pada kedua blus tersebut

hasil selisih ukuran dan besar persentase penyusutan menunjukkan angka 0 (nol).
Blus yang paling banyak mengalami penyusutan adalah blus A relaxing dingin
cuci panas. penjabaran diatas menunjukkan bahwa blus A relaxing dingin cuci
panas setelah mengalami proses pencucian dingin blus tersebut mengalami
penyusutan kembali pada saat proses pencucian panas. Blus yang paling sedikit
mengalami penyusutan adalah blus D toleransi panas cuci dingin, hal ini dapat
terjadi dikarenakan blus tersebut menggunakan pola toleransi sesuai dengan
persentase mengkeret kain cuci panas yang kemudian dicuci dengan air dingin
membuat blus tersebut menyusut tidak semaksimal apabila dicuci dengan air
panas. Pada blus D toleransi panas cuci panas pun juga mengalami penyusutan
yang kurang maksimal.
Perbedaan secara signifikan blus antara cuci panas dan cuci dingin telah
dibuktikan dari hasil-hasil analisis data yang dilakukan, hal tersebut diperkuat
dengan diterimanya hipotesis bahwa ada beda ketepatan ukuran blus lurik yang
dicuci dingin dengan blus lurik yang dicuci panas. Hasil tersebut berlaku untuk
blus A dan blus D, dan tidak berlaku untuk blus B dan blus C dengan hipotesis
tidak ada perbedaan yang signifikan antara blus lurik cuci dingin dan blus lurik
cuci panas. Akan tetapi analisis deskriptif penelitian menunjukkan bahwa hasil
rata-rata blus B dan C terlihat jelas terdapat perbedaan namun tidak signifikan.
Hasil uji diperoleh bahwa rata-rata penyusutan pada teknik relaxing dingin
dan panas baik yang dicuci dingin maupun panas menunjukkan nilai 0, 1.67, 0,
dan 0.93, sedangkan untuk teknik toleransi dingin dan panas baik yang dicuci
dingin ataupun panas menunjukkan nilai rata-rata -0.96, -0.27, -2.91, -1.41. Hal

ini memberikan gambaran bahwa penggunaan teknik relaxing dalam membuat
blus lebih memiliki tingkat ketepatan yang tinggi dibandingkan dengan teknik
penambahan ukuran pola. Pada teknik relaxing blus yang dihasilkan lebih pas dan
sesuai dengan ukuran standar medium menurut Porrie Muliawan (1997:102).
Sedangkan pada teknik penambahan ukuran pada pola terdapat bagian-bagian
yang setelah blus dicuci hasilnya tidak sesuai dengan standar ukuran medium
menurut Porrie Muliawan (1997:102). Hal ini dapat terjadi karena dalam proses
pembuatan blus terdapat hal-hal yang mempengaruhi adanya perbandingan
ketepatan ukuran hasil blus lurik diantaranya pembuatan pola, proses pemotongan
kain, proses pemberian tanda atau merader dan proses menjahit. Blus tersebut
mengalami penyusutan yang kurang maksimal dapat pula dikarenakan adanya
jahitan yang dapat menghalangi blus tersebut untuk dapat merelaksasi dengan
maksimal. Hal ini dapat pula disimpulkan bahwa kain tenun khususnya lurik akan
mengalami penyusutan yang lebih banyak apabila proses relaxingnya
menggunakan air panas dibandingkan dengan air dingin. Melalui hasil blus
tersebut dapat diketahui apakah alternatif pembuatan blus tanpa proses relaxing
dengan memberikan toleransi ukuran pada pola dapat menghasilkan blus lurik
dengan ukuran yang tepat.


(1) Besar rata-rata persentase mengkeret kain lurik cuci dingin arah lusi 6.4 %
dan arah pakan 0.9 %. Besar rata-rata persentase mengkeret kain lurik cuci
panas arah lusi 7.1 % dan arah pakan 2.5 %.
(2) Dilihat dari hasil rata-rata mengkeret blus antara teknik relaxing dengan
toleransi ukuran menunjukkan bahwa hasil blus yang dicuci dingin
menunjukkan hasil yang tidak signifikan, hal ini dapat disebabkan karena
proses perendaman dilakukan dalam waktu 15 menit, namun pencucian
dengan air panas membuat blus banyak mengkeret.
(3) Ada perbedaan ketepatan ukuran blus lurik yang signifikan hasil Blus
relaxing dingin cuci dingin dengan blus relaxing dingin yang dicuci panas.
Tidak ada perbedaan ketepatan ukuran blus lurik yang signifikan hasil
Blus relaxing panas cuci dingin dengan Blus relaxing panas cuci panas.
Tidak ada perbedaan ketepatan ukuran blus lurik yang signifikan hasil
Blus toleransi dingin cuci dingin dengan Blus toleransi dingin cuci panas.
Ada perbedaan ketepatan ukuran blus lurik yang signifikan hasil Blus
toleransi panas cuci dingin dengan Blus toleransi panas cuci panas.

(4) Teknik pembuatan blus yang hasil ketepatan ukurannya lebih baik adalah
blus relaxing panas cuci dingin. Blus tersebut mengalami penyusutan lebih
banyak pada saat di relaxing panas, dan warna blus sedikit lebih pudar.


Berdasarkan simpulan maka dapat disarankan beberapa hal sebagai

berikut:


(1) Pencucian atau relaxing dengan air panas akan menghasilkan mengkeret
kain yang lebih banyak.
(2) Penjahit atau orang-orang dalam dunia usaha terutama garmen diharapkan
untuk dapat mencuci terlebih dahulu bahan kain tenun terutama lurik
sebelum bahan dipotong dan dijahit.
(3) Penggunaan pola toleransi dapat lebih mempersingkat waktu, namun
penambahan ukuran lebih diperhitungkan.

DAFTAR PUSTAKA




Abdul Latief Sulam. 2008. Teknik Pembuatan Benang dan Pembuatan Kain.
Jakarta : Depdiknas.
Arifah A Riyanto. 2003. Teori Busana. Bandung: YAPEMDO.
Dorothy S Lyle. 1977. Performance of Textiles. New York.
Duwi Priyatno. 2012. Belajar Cepat Olah Data Statistik dengan SPSS.
Yogyakarta: ANDI.
Goet Puspo. 2007. Pemilihan Bahan Tekstil. Yogyakarta: Kanesius.
Jumaeri. 1977. Pengetahuan Barang Tekstil. Bandung: Institut Teknologi Tekstil
Lawe. Proses menenun lurik. (Online). (www.houseoflawe.com) diakses tgl 12
Agustus 2012 pukul 17.00 WIB.
M. H Wancik. 2001. Bina Busana. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Nian. S. Djoemena. 2000. Lurik Garis-garis Bertuah. Jakarta: Djambatan.
Phyllis G Tortora. 1982. Understanding Textiles. New York: Macmillan
Publishing Co., Inc.
Porrie Muliawan. 1977. Konstruksi Pola Bussana Wanita. Jakarta: PT. BPK
Gunung Muria.
Rodia Syamwil. 2002. Pengetahuan Tekstil I. 2002. Semarang: UNNES.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R dan D.
Bandung: Alfabeta.
Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta
__________. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta
Sunarto. 2008. Teknik Pencelupan dan Pencapan Jilid I. Jakarta: Depdiknas.
Sutrisno Hadi. 2004. Statistik Jilid 2. Yogyakarta: ANDI.
Velma Mitchel, Lane County, & Ardis Koester. 1985. Tailoring women’s jackets
with fusible interfacing. U.S
Wibowo Moerdoko, dkk. 1973. Evaluasi Tekstil Bagian Fisika. Bandung: ITB.

0 komentar:

Post a Comment