, , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Perkembangan Busana

Perkembangan Busana

les, indonesia, private, obras, guru, sekolah, belajar, yogyakarta, usaha, jogja, kursus, terbaik, batik, kaos, kebaya, jahit, baju jahit, mesin jahit, konveksi, kursus menjahit
Perkembangan Busana


Menurut Drs.Mohammad Alim Zaman,M.Pd. pada prinsipnya busana yang
ada di masyarakat dunia dewasa ini merupakan pengembangan dari bentuk dasar
busana pada peradaban Barat. Akan tetapi, sebenarnya asal mula busana Barat pun
ada sumbangan yang tumbuh dari tiga akar budaya tercakup busananya, yaitu dari
Yunani kuno, Romawi, dan dunia Nasrani.
Pada zaman prasejarah, manusia belum mengenal cara berbusana sebagaimana
yang terlihat dewasa ini. Manusia hanya berpikir bagaimana melindungi badan
dari pengaruh alam sekitar, seperti gigitan serangga, pengaruh udara, cuaca atau

iklim dan benda-benda lainnya yang berbahaya. Manusia di zaman prasejarah yang
menurut ceritanya berbulu menjadi menipis, sehingga merasa perlu untuk melindungi
badannya. Menurut Soerjono Soekanto,SH,MA. bahwa manusia dalam
menghadapi alam sekelilingnya seperti udara yang dingin, alam yang kejam, antara
lain menciptakan pakaian.

Untuk membuat busana dari kulit kayu diperlukan pengetahuan untuk
mengenal jenis-jenis pohon keras tertentu yang mempunyai serat yang kuat, panjang
dan baik untuk dipakai busana. Kulit kayu yang telah diproses dengan cara direndam
terlebih dahulu agar menjadi lunak, selanjutnya dipukul-pukul oleh pemukul yang
dibuat dari kayu atau dari batu. Dari sinilah mulai dikenal istilah celemek panggul.
Celemek panggul dipakai dengan cara mengikatkan atau membelitkannya
kulit kayu yang sudah dipukul-pukul dan dikeringkan sekitar pinggang dan panggul,
dan dapat pula sampai menutupi lutut. Celemek panggul yang terbuat dari kulit
macan tutul yang hanya dipakai oleh pendeta disebut lemt. Di Abesinia para pendeta
sampai sekarang masih mempergunakan lemt, tetapi dari bahan beledu biasa. Orangorang
Mesir di zaman purbakala mempergunakan kulit binatang yang dibentangkan,
yang dipakai dalam bentuk busana yang khusus dipergunakan untuk upacara oleh
kaum pria. Bangsa di Amerika dahulu mengambil kulit pohon kayu yang masih tetap
berbentuk selinder. Pohon itu yang dinamakan pohon kutang.

Lebih meningkat lagi dari bentuk celemek panggul, yaitu ditemukan bentuk
busana yang disebut ”Poncho”. Poncho yaitu selembar bahan dari kulit binatang,
atau kulit pohon kayu dan daun-daunan yang diberi lubang bagian tengahnya untuk
dapat masuk kepala. Panjangnya bermacam-macam, ada yang sampai di bahu, dan
apabila lubang diperbesar, maka akan menutupi bagian bawah saja, yaitu mulai dari
pinggang sampai panggul, atau dari pinggang sampai lutut atau sampai bawah lutut.

Berdasarkan bentuk poncho itu dapat dibedakan :


1) Poncho bahu, yaitu poncho yang menutup bahu dan bagian badan atas atau terus
sampai ke bawah. Bentuk poncho bahu biasa dipakai oleh suku Indian penduduk
asli Amerika, Peru, Mexico, dan Tiongkok. Juga dipakai sebagai mantel oleh
suku-suku Teutonic, Frank, dan Sexon di Eropa.
2) Poncho panggul, yaitu poncho yang menutupi bagian panggul sampai ke bawah,
sedangkan bagian badan atasnya terbuka. Panjang poncho ada yang menutupi
bagian panggul atas saja, dan ada pula yang panjangnya hampir ke mata kaki.
Poncho ini bagian bawahnya dibuat berlekuk-lekuk, dihiasi sulaman manik-
manik, dan rumbai-rumbai. Poncho panggul dapat ditemukan pada gambar seorang
laki-laki di istana raja di zaman Yunani kuno.

Perkembangan bentuk poncho dapat terlihat pada bentuk busana yang dimasukkan
dari atas atau dari kepala, sedangkan perkembangan bentuk celemek
panggul dapat terlihat pada bentuk busana yang dililitkan atau dibungkuskan pada
bagian badan. Dari perkembangan kedua bentuk busana ini, muncul empat prinsip
bentuk dasar busana, yaitu : busana bungkus, kutang, kaftan, dan celana.

1) Busana Bungkus


Bentuk dasar busana bungkus terdiri dari selembar bahan yang terlepas
berbentuk persegi empat panjang, yang dipakai dengan cara dibungkuskan atau
dibelit-belitkan sekeliling badan dari mulai dada ke bawah atau dari pinggang ke
bawah. Busana bungkus ini umumnya tidak dijahit, tetapi bukan berarti
kebudayaan bangsa yang memakainya masih rendah, karena dibuktikan pada
zaman kuno di Eropa Tengah sudah dipergunakan jarum jahit dari logam dan
perunggu. Walaupun jarum jahit sudah ada, tetapi busana bungkus ini masih dari
bahan terlepas yang dibelitkan atau didrapirkan langsung ke tubuh pemakai
seperti sari di India, toga dan palla di Roma di zaman purbakala, chiton dan
peplos di Yunani kuno, kain dan selendang di Indonesia.
Dari berbagai cara pemakaian busana bungkus pada setiap daerah atau
bangsa dari bentuk busana bungkus menghasilkan berbagai bentuk yang dinamakan
berbagai macam, antara lain.

a) Himation, yaitu bentuk busana bungkus yang biasa dipakai oleh ahli filosof
atau orang terkemuka di Yunani kuno. Busana bungkus ini panjangnya terdiri
atas 12 atau 15 kaki, yang terbuat dari bahan wol atau lenan putih yang
seluruh bidangnya disulam. Dapat dipakai tanpa busana lainnya atau dipakai
di atas chiton atau dipakai dengan mantel. Ketika dipakai biasanya pemakai
lebih senang memegang ujung busananya dari pada digantungkan di bahu
kanan. Bentuk busana yang hampir menyerupai himation yaitu pallium yang
biasa dipakai di atas toga oleh kaum pria di Roma pada abad kedua.
b) Chlamys, yaitu busana yang menyerupai himation, yang berbentuk longgar
yang biasa dipakai oleh kaum pria Yunani kuno.
c) Mantel/Shawl, yaitu busana yang berbentuk segi empat panjang (bentuk
dasar busana bungkus) yang didrapirkan pada badan dalam bentuk A
simetris, seperti diselempangkan pada satu bahu atau digantungkan melalui

kedua bahu, dan pada dada sebelah kanan disemat dengan bros, sehingga
akan terlihat bentuk lipit-lipit. Pada kedua ujungnya dan pinggiran mantel
diberi jumbai-jumbai.
d) Toga, ialah busana resmi yang dipakai sebagai tanda kehormatan di zaman
Republik dan kerajaan di Roma. Toga ini juga bermacam jenis, yaitu antara
lain toga palla ialah yang dipakai saat berkabung, toga trabea ialah toga
yang menyerupai cape bayi.
e) Palla, yaitu busana wanita Roma di zaman Republik dan kerajaan. Dipakai
sebagai busana luar, yaitu di atas tunica atau stola. Pemakaiannya di sebelah
kiri disemat dengan peniti atau bros, seperti shawl dan himation. Palla juga
ada yang dipakai sampai menutupi kepala seperti toga trabea. Warna yang
disenangi yaitu warna keemasan, biru dan hijau.
f) Paludamentum, sagum dan abolla, ialah semacam jas militer di zaman
prasejarah.
g) Chiton, ialah busana pria Yunani kuno, yang mirip dengan tunik di Asia.
Jenis chiton yaitu doric chiton, lonic chiton, crinkle chiton, kolpos, dan
apotygma. Doric chiton, yaitu mempunyai lipit-lipit di bahu dan ditahan oleh
sematan peniti atau bros. Lebih berkembang lagi garis bahunya dijahit dan
diberi hiasan kancing, sisinya disemat atau dijahit. Chiton ini dipakai oleh
para atlit atau olahragawan di Homaric dan Archaic tahun 1200-510 sebelum
Masehi. Lonic chiton, yaitu chiton yang panjangnya sampai mata kaki,
sisinya kadang-kadang terbuka pada satu sisi dengan pinggiran yang diberi
jumbai, dan perkembangan selanjutnya sisinya dijahit.
h) Peplos dan haenos, yaitu busana wanita Yunani kuno, yang bentuk dasarnya
sama dengan chiton, yang pada bahunya dibuat lipit-lipit yang ditahan
dengan peniti atau bros yang besar. Pada pinggang adakalanya diberi lipitlipit
sehingga terlihat seperti blus. Peplos ini ada yang panjang dan ada yang
pendek. Peplos dari Athena ditunjukkan dengan model yang memakai ikat
pinggang yang dipitakan di atas lipit-lipit di pinggang.
i) Cape atau cope, ialah busana yang berbetuk mantel yang diikatkan pada
bahu atau leher dan diberi hiasan bros yang besar. Busana ini dipergunakan
sebagai busana paling luar yang dianggap sebagai busana resmi bagi pria di
Byzantium.

0 komentar:

Post a Comment