, , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

LENAN RUMAH TANGGA

LENAN RUMAH TANGGA

les, indonesia, private, obras, guru, sekolah, belajar, yogyakarta, usaha, jogja, kursus, terbaik, batik, kaos, kebaya, jahit, baju jahit, mesin jahit, konveksi, kursus menjahit
LENAN RUMAH TANGGA

lenan rumah tangga - 1.1 SEJARAH PERKEMBANGAN KAIN
Sejarah kain sesungguhnya sudah setua kehadiran manusia di dunia, karna merupakan kebutuhan mendasar untuk melindungi tubuh dari cuaca, alas merebahkan diri, dan digunakan untuk menutupi bagian vital. Berbagai jenis kebutuhan mendasar tersebut memacu manusia untuk mencari lembaran tipis yang sifatnya elastis dan lembaran itu baru tersedia dalam bentuk dedaunan atau rerumputan.
Seiring dengan meningkatnya kemampuan kognitif manusia, pemanfaatan dedaunan yang sifatya sangat mudah hancur berkembang ke pembuatan kulit hewan untuk fungsi kain dengan memanfaatkan hewan hasil buruan. Bahkan manusia mulai melirik kulit kayu sebagai potensi yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan kain, secara perlahan kemampuan mengolahnya berkembang dari proses sederhana menuju lebih maju hingga menghasilkan kain yang lebih baik, lebih kuat, dan lebih fleksibel.
Teknologi tradisi kulit kayu pun perlahan beralih ke peralatan mesin hingga menghasilkan kain yang lebih baik, konsekuensinya produk kain dari kulit kayu pun mengalami degradasi, hingga semakin tergantikan oleh kain dari bahan lain.  Pada tahap ini bahannya pun tidak lagi terbatas pada kulit kayu, meliankan ke berbagi jenis tanaman lainnya seperti kapuk, kapas, dll. Bahkan ulat sutra pun kemudian mendapat giliran untuk diolah dan dimanfaatkan. Produknya dalam bentuk kain yang tipis dan halus menjadi sangat digandungi masyarakat modern terutama kaum perempuan.

Indonesia tak kalah dengan negeri mode di dunia lainnya. Lihat saja, ada pakaian terbuat dari kulit kayu dengan mutu yang ternyata paling halus di dunia. Pakaian itu disebut Fuya yang berasal dari bahasa Kaili, Sulawesi Tengah, berarti selimut atau sarung.

Kerajinan tenun tak begitu dikenal di kalangan masyarakat Sulawesi Tengah. Lalu mereka membuat pakaian dari kulit pohon mulberi atau ivo. Bahan tersebut kemudian direbus, lalu dipukul-pukul hingga menjadi semacam kertas tipis. Setelah itu bahan dijahit hingga menjadi pakaian atau selimut yang memiliki warna dasar putih. Sementara warna coklat berasal dari kulit pohon beringin. Proses penggarapan ini rata-rata selesai dalam tiga hari.

Kertas selain bisa dijadikan sebagai bahan pakaian juga dapat dipakai untuk materi pembuatan wayang beber dan lukisan kamasan Bali. Fuya kini masih dibuat oleh sekelompok kecil masyarakat di lembah Bada di sekitar Taman Nasional Lore Rindu. Alat pemukul yang disebut ike dari batu diperoleh secara turun temurun dari nenek moyang mereka yang ketika itu hidup pada zaman batu muda, diperkirakan 4000 tahun silam.
 

1.2 ASAL MULA

Pakaian merupakan salah satu pencapaian kebudayaan manusia. Ia tidak saja dibuat untuk melindungi tubuh dari dinginnya malam dan teriknya matahari (fungsi perlindungan), serta perhiasan (fungsi keindahan), tetapi juga sebagai bentuk pemebuhan terhadap kebutuhan spritualnya. Berkelindannya nilai-nilai tersebut dapat ditemukan pada Kain Kulit Kayu yang dibuat oleh masyarakat Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah.
Kain Kulit Kayu mempunyai banyak nama. Disebut ivo dan kump
e oleh masyarakat di daerah Pandere dan Kulawi; ranta oleh masyarakat Bada; dan inodo oleh masyarakat Besoa. Namun, secara umum masyarakat Donggala menyebutnya kain vuya.
Kain ini merupakan saksi bisu perjalanan tradisi berpakaian masyrakat Donggala. Konon, kain unik ini telah dibuat dan digunakan oleh masyarakat Donggala sejak ratusan tahun lalu baik untuk bahan pakaian sehari-hari seperti baju, celana, rok dan ikat kepala, maupun untuk digunakan dalam upacara adat, seperti upacara musim panen atau upacara duka cita. Bahkan, sebelum dikenal kain buatan pabrik, kain ini juga digunakan sebagai kafan (pembungkus mayat) bagi para bangsawan dan tetua adat Donggala yang meninggal dunia.

Dalam upacara adat, Kain Kulit Kayu dibuat dalam bentuk-bentuk khusus. Adapun bentuk-bentuknya antara lain;
•    Toradau, yaitu kain kulit kayu yang berbentuk blus. Jenis ini digunakan pada upacar adat penyambut tamu yang sangat dihormati
•    Vuya, kain ini digunakan dalam upacara penyembuhan penyakit/balia
•    Siga, yaitu kain kulit kayu yang digunakan sebagai ikat kepala dalam semua upacara adat
•    Vini, yaitu kain kulit kayu yang telah dibuat rok. Jenis ini digunakan pengantin wanita pada upacara perkawinan dan penyambutan tamu.

Namun seiring perkembangan zaman, keberadaan kain ini menjadi semakin tersisih dan bahkan terancam punah. Penyebabnya, selain karena membanjirnya produk-produk tekstil buatan prabik yang bisa didapat dengan harga murah dan dengan model yang cukup beragam, juga karena semakin minimnya pewarisan kemampuan untuk membuat kain kulit kayu. Selain itu, pohon-pohon sebagai bahan baku utama pembuatan kain ini semakin sulit didapat karena penebangan hutan yang tidak terkontrol.
Oleh karenanya, perlu dilakukan langkah-langkah serius oleh para pembuat kebijakan agar kain yang cukup ramah lingkunan ini tidak hilang ditelan zaman. Ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk menyelamatkan kain ini, diantaranya adalah;  pertama, Pewarisan nilai-nilai dan keterampilan cara membuat Kain Kulit Kayu. Pewarisan dapat dilakukan dengan menjadikan Kain Kulit Kayu sebagai mata pelajaran muatan lokal di sekolah.

Kedua, Revitalisasi produk baik secara bentuk maupun nilai ekonominya. Jika selama ini Kain Kulit Kayu hanya digunakan untuk membuat pakaian, khususnya pakaian upacara adat, maka perlu dipertimbangkan untuk pengembangannya sehingga lebih menarik, misalnya untuk media lukis, taplak meja, dan sebagainy, yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Pengembangan produk tentu akan membuat kain ini mendapat tempat di hati masyarakat dan pada saat bersamaan para pengrajinnya mendapatkan keuntungan secara ekonomi. Dengan cara ini, masyarakat dengan sendirinya akan melestarikan kain ini. Ketiga, Menjami ketersediaan bahan. Oleh karena bahan dasar kain ini adalah kulit kayu, maka sudah barang tentu keberadaan kayu merupakan hal yang sangat menentukan. Bagaiman kain ini akan dilestarikan, jika bahan dasar untuk membuatnya tidak tersedia.
 

1.3 CARA PEMBUATAN

Proses pembuatan Kain Kulit Kayu membutuhkan waktu lama. Hal ini disebabkan karena proses pembuatannya tidak saja membutuhkan keahlian khusus, tetapi juga melibatkan hal-hal mistis, misalnya selama proses pembuatan, si pembuat tidak boleh mandi pakai sabun atau bahan-baha lainnya yang mengandung bahan kimia sinetik. Secara garis besar, proses pembuatan Kain Kulit Kayu dari proses pencarian bahan sampai selesai adalah sebagai berikut :

a. Tahan Persiapan
Pada tahap ini, ada dua hal yang harus dilakukan, yaitu mencari bahan dan mempersiapkan peralatan (biasanya peralatan telah dimiliki oleh pembuat Kain K
ulit Kayu). Adapun proses pencarian bahannya adalah sebagai berikut:
•    Penyiapan bahan diawali dengan mencari pohon untuk bahan kain. Pohon yang dipilih baisnya sejenis beringin, waru atau pohon murbei kertas dan sudah berusia dua tahun. Pencarian kayu tidak bisa dilakukan sembarang waktu, tetapi harus dilakukan pada saat bulan purnama.
•    Kemudian pohon yang terpilih dipotong sepanjang empat jengkal
•    Kemudian potongan kayu tersebut kulitnya dikupas (nosisi). Pada saat mengupas kulit kayu tersebut, si pengupas kulit pohon harus menghadapkan mukanya kearah bulan.
•    Kulit hasil kupasan tersebut kemudian dibawa pulang. Walaupun bahan kain sudah tersedia, tetapi proses pembuatan tidak dapat langsung dilakukan. Untuk memulainya, harus menunggu sampai seluruh tubuh si pembuat kain "bersih", termasuk bersih dari haid bagi perempuan.

b. Tahap Pembuatan
Setelah bahan tersedia dan si pembuatnya sudah "bersih", maka pembuatan kain ini dapat segera dilakukan. Adapun prosesnya sebagai berikut:
•    Tahap ini diawali dengan membersihkan kulit ari kayu (notikuli) hingga mempunyai ukuran ketebalan sesuai yang diinginkan. Ketebalannya diukur (baca: dikira-kira) dengan menggunakan perasaan
•    Kulit kayu tersebut kemudian ditempa atau dipukul-pukul (nombaovo) sedemikian rupa dengan menggunakan Ike di atas tatua, sehingga menjadi kian yang diinginkan. Ketika memukul-mukul kulit kayu, si pembuat harus menggunakan irama tertentu dengan penuh perasaan dan tidak boleh dengan emosi, misalnya dilakukan secara terburu-buru karena ingin cepat selesai. Proses ini biasanya dilakukan selama kurang lebih tiga jam.
•    Jika sudah agak halus, kulit kayu tersebut diperam dengan cara dibungkus dengan daun Mengkudu agar menjadi licin dan mudah disambung (nompa' atau nonohu). Proses ini biasanya membutuhkan waktu sehari semalam (24 jam). Namun sebelum diperam, kulit kayu tersebut dibersihkan dari kotoran yang kemungkinan menempel.
•    Setelah itu kulit kayu tadi ditumbuk lagi dengkan Ike di atas Tatua sampai benar-benar halus (nontutu). Pada tahap ini, proses penyambungan lembaran-lembaran kulit kayu sampai menjadi kain sesuai ukuran yang diinginkan dilakukan.
•    Jika ukuran kain sudah sesuai dengan yang dikehendaki, dilanjutnya dengan nompao, yaitu menggosok kulit kayu yang sudah berubah menjadi kain tersebut dengan kayu. Tujuannya, agar kain menjadi lebih halus.
•    Selanjutnya diangin-anginkan agar menjadi kering. Jika proses ini sudah selesai, maka sesungguhnya kain dari kulit kayu itu sudah didapatkan. Proses berikutnya hanyalah tambahan sesuai denga keinginan si pembuat atau pemesanannya, misalnya ukuran, motif dan warna. Untuk menjaga keawetan, kain yang sudah jadi dihindarkan dari air agar tidak
lapuk.

buka mesin jahit : https://www.academia.edu/6164767/LENAN_RUMAH_TANGGA

Dengan adanya informasi yang kami sajikan tentang lenan rumah tangga

, harapan kami semoga anda dapat terbantu dan menjadi sebuah rujukan anda. Atau juga anda bisa melihat referensi lain kami juga yang lain dimana tidak kalah bagusnya tentang Bahan Pelapis Busana: Underlining (Lapisan Bawah)

. Sekian dan kami ucapkan terima kasih atas kunjungannya.

0 komentar:

Post a Comment